BUDAYA
ACEH
Aceh adalah sebuah provinsi
di Indonesia. Aceh terletak di ujung utara
pulau Sumatera dan merupakan provinsi paling
barat di Indonesia. Ibu kotanya adalah Banda Aceh. Jumlah penduduk provinsi ini
sekitar 4.500.000 jiwa. Letaknya dekat dengan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India
dan terpisahkan oleh Laut Andaman.
Aceh berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra
Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera
Utara di sebelah tenggara dan selatan.
Aceh dianggap sebagai tempat dimulainya penyebaran Islam di Indonesia dan
memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara.
Pada awal abad ke-17, Kesultanan Aceh adalah negara terkaya, terkuat, dan
termakmur di kawasan Selat Malaka. Sejarah Aceh diwarnai oleh kebebasan
politik dan penolakan keras terhadap kendali orang asing, termasuk bekas
penjajah Belanda
dan pemerintah Indonesia. Jika dibandingkan dengan dengan provinsi lainnya,
Aceh adalah wilayah yang sangat konservatif
(menjunjung tinggi nilai agama). Persentase
penduduk Muslimnya adalah yang tertinggi di Indonesia dan mereka hidup sesuai syariah Islam. Berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia,
Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri karena alasan sejarah.[11]
Aceh memiliki sumber
daya alam yang melimpah, termasuk minyak bumi
dan gas alam.
Sejumlah analis memperkirakan cadangan gas alam Aceh adalah yang terbesar di
dunia. Aceh juga terkenal dengan hutannya yang terletak di sepanjang jajaran Bukit
Barisan dari Kutacane di Aceh
Tenggara sampai Ulu Masen di Aceh Jaya.
Sebuah taman nasional bernama Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)
didirikan di Aceh Tenggara.
Aceh adalah daratan yang paling dekat dengan episentrum gempa bumi Samudra Hindia 2004.
Setelah gempa, gelombang tsunami menerjang sebagian besar pesisir barat
provinsi ini. Sekitar 170.000 orang tewas atau hilang akibat bencana tersebut. Bencana
ini juga mendorong terciptanya perjanjian
damai antara pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).Kesultanan Aceh
Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kesultanan Samudera Pasai yang hancur pada abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.
Aceh Darussalam pada zaman kekuasaan zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam (Sulthan
Aceh ke 19), merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut seorang
penjelajah asal Perancis
yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman tersebut, kekuasaan Aceh mencapai
pesisir barat Minangkabau hingga Perak.
Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di dunia Barat
pada abad
ke-16, termasuk Inggris, Ottoman, dan Belanda.
Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang
berkepanjangan sejak awal abad ke-16, pertama dengan Portugal, lalu
sejak abad
ke-18 dengan Britania Raya (Inggris) dan Belanda. Pada
akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya di Kedah dan Pulau
Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.
Pada tahun 1824, Persetujuan Britania-Belanda
ditandatangani, di mana Britania menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada
Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal
ini tidak benar. Pada tahun 1871, Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh,
kemungkinan untuk mencegah Perancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar